Tari Piring  

Diposting oleh bundor Bundor


Tarian Piring merupakan seni tari yang dimiliki oleh orang Minangkabau yang berasal dari Sumatera Barat. Tarian tersebut menggambarkan rasa kegembiraan dan rasa syukur masyarakat Minangkabau ketika musim panen telah tiba, dimana para muda mudi mengayunkan gerak langkah dengan menunjukkan kebolehan mereka dalam mempermainkan piring yang ada di tangan mereka.

Tarian ini diiringi lagu yang dimainkan dengan talempong dan saluang, yang dimana gerakannya dilakukan dengan cepat sambil memegang piring di telapak tangan mereka. Kadangkala piring-piring tersebut mereka lempar ke udara atau mereka menghempaskannya ke tanah dan diinjak oleh para penari tersebut dengan kaki telanjang.

Kesenian tari piring ini dilakukan secara berpasangan maupun secara berkelompok dengan beragam gerakan yang dilakukan dengan cepat, dinamis serta diselingi bunyi piring yang berdentik yang dibawa oleh para penari tersebut. Pada awalnya sejarah tari piring ini memiliki maksud dalam pemujaan masyarakat minangkabau terhadap Dewi Padi dan penghormatan atas hasil panen. Namun pada jaman sekarang tarian tersebut lebih sering diadakan pada acara pernikahan.

Tari Piring ini menjadi sangat digemari bahkan di negeri tetangga juga seperti Malaysia tari ini sering dibawakan. di luar negeri tari piring dikenal dan disenangi karena tarian ini memiliki gerakan yang enerjik, bersemangat, atraktif, dinamis, serta gerakan dari tari tersebut tidak monoton sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi para penonton Tari Piring. Selengkapnya...

Tari Pakarena  

Diposting oleh bundor Bundor



Gerakan lembut si penari sepanjang tarian dimainkan, tak urung menyulitkan buat masyarakat awam untuk membedakan babak demi babak. Padahal tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Gerakan yang sama, nyaris terangkai sejak tarian bermula. Pola gerakan yang cenderung mirip dilakukan dalam setiap bagian tarian.

Sesungguhnya pola-pola ini memiliki makna khusus. Gerakan pada posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam. Menunjukkan siklus kehidupan manusia.

Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam.

Tidak salah kalau seorang penari Pakarena harus mempersiapkan dirinya dengan prima, baik fisik maupun mental. Gerakan monoton dan melelahkan dalam Tari Pakarena, sedikit banyak menyebabkan kaum perempuan di Sulawesi Selatan, tak begitu berminat menarikannya.

Kalaupun banyak yang belajar sejak anak-anak, tidak sedikit pula yang kemudian enggan melanjutkannya saat memasuki jenjang pernikahan. Namun tidak demikian halnya seorang Mak Joppong. Perempuan tua yang kini usianya memasuki 80 tahun ini, adalah seorang pelestari tari klasik Pakarena.

Ia seorang maestro tari khas Sulawesi Selatan ini. Ia seorang empu Pakarena. Mak Joppong sampai sekarang masih bersedia memenuhi undangan. Untuk tampil menarikan Pakarena yang digelutinya sejak usia 10 tahun ini. Disebut-sebut, perempuan inilah yang mampu menarikan Pakarena dengan utuh, lengkap dengan kesakralannya sebagai sebuah tarian yang mengambarkan kelembutan perempuan Gowa.

Mak Joppong tak pernah mau ambil pusing dengan bayaran yang diterimanya. Dedikasi penuh pada tarian ini, membuatnya rela menerima seberapapun besarnya bayaran yang diberikan si pengundang.

Padahal selepas ditinggal suaminya wafat, kehidupannya banyak bergantung pada kesenian yang telah lama diusungnya ini. Namun biasanya, ia menerima bayaran sekitar 500 ribu hingga 1 juta rupiah, untuk tampil semalam suntuk, termasuk biaya sewa pakaian dan alat-alat.

Tubuh yang sudah renta termakan usia. kulit yang semakin keriput sejalan perjalanan hidup, tak membuatnya surut dalam berkarya bersama Tari Pakarena. Bahkan untuk membagi kebisaan yang didapat dari ayahnya ini. Ia sejak tahun 1978, mengajarkan Tari Pakarena kepada para gadis di kampungnya di Desa Kambini, Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa.

Di rumahnya, yang merupakan rumah panggung kas Gowa yang disebut Balarate, para gadis melangkah, melengok, mengerakan tangannya mengikuti gerak si empu Pakarena Mak Joppong.

Saat ini ada 6 gadis yang menjadi anak didiknya, dan tak sepeserpun, Mak Joppong memunggut biaya. Tari Mak Joppong amat terasa sedih disaat salah seorang anak didiknya memasuki jenjang pernikahan.

Karena biasanya, usai menikah, anak didiknya tak lagi menekuni Tari Pakarena. Sebuah kebiasaan di Gowa, adalah hal yang tabu dan malu, bila seorang perempuan yang telah menikah tampil di muka umum.

Pandangan umum inilah yang menyebabkan Tari Pakarena seolah hanya selesai sampai di situ. Padahal tidak demikian buat Mak Joppong, Pakarena adalah Tarian sakral yang tidak semua perempuan mampu menarikannya. Ketekunan dan kesabaran menjadi modal utama buat Penari Pakarena. Itulah salah satunya yang dimiliki Mak Joppong hingga kini.

Kini nasib Tari Pakarena seolah hanya bersandar pada Mak Joppong semata. Selain hanya ia yang paham akan seluk beluk tarian ini, ia pula lah yang tetap setia mengusung tari tradisional yang pernah jaya di masa kerajaan Gowa dulu.

Penari Pakarena, begitu lembut mengerakan anggota tubuhnya. Sebuah cerminan wanita Sulawesi Selatan. Sementara iringan tetabuhan yang disebut Gandrang Pakarena, seolah mengalir sendiri. Hentakannya yang bergemuruh, selintas tak seiring dengan gerakan penari. Gandrang Pakarena, adalah tampilan kaum pria Sulawesi Selatan yang keras.

Tarian Pakarena dan musik pengiringnya bak angin kencang dan gelombang badai. Terang musik Gandrang Pakarena bukan hanya sekedar pengiring tarian. Ia juga sebagai penghibur bagi penonton. Suara hentakan lewat empat Gandrang atau gendang yang ditabuh bertalu-talu ditimpahi tiupan tuip-tuip atau seruling, para pasrak atau bambu belah dan gong, begitu mengoda penontonya.

Komposisi dari sejumlah alat musik tradisional yang biasanya dimainkan 7 orang ini, dikenal dengan sebutan Gondrong Rinci. Pemain Gandrang sangat berperan besar dalam musik ini. Irama musik yang dimainkan sepenuhnya bergantung pada pukulan Gandrang. Karena itu, seorang pemain Gandrang harus sadar bahwa ia adalah pemimpin dan ia paham akan jenis gerakan Tari Pakarena.

Biasanya selain jenis pukulan untuk menjadi tanda irama musik bagi pemain lainnya, seorang penabuh Gandrang juga mengerakan tubuh terutama kepalanya. Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam petabuhan Gandrang.

Yang pertama adalah pukulan Gundrung yaitu pukulan Gandrang dengan menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau. Yang kedua adalah pukulan tumbu yang dipukul hanya dengan tangan.

Gemuruh suara yang terdengar dari sejumlah alat musik tradisional Sulawesi Selatan ini, begitu berpengaruh kepada penonton. Mereka begitu bersemangat, seakan tak ingat lagi waktu pertunjukan yang biasanya berlangsung semalam suntuk.

Semangat inipula yang membuat para pemain musiknya semakin menjadi. Waktu bergulir, hentakan Gandrang Pakarena terus terdengar. Namun entah sampai kapan Gandrang Pakarena akan terus ada.

Nasibnya amat bergantung pada Tarian Pakarena sendiri yang kini masa depannya seolah hanya berada di tangan Mak Joppong. Muda-mudahan semangatnya tak akan pudar, seiring dengan irama musiknya yang mencerminkan kerasnya lelaki Sulawesi Selatan. (Sup)

Memang tak ada orang yang tahu persis sejarah Pakarena. Tapi dari cerita-cerita lisan yang berkembang, tak diragukan lagi tarian ini adalah ekspresi kesenian rakyat Gowa.

Menurut Munasih Nadjamuddin yang seniman Pakarena, tarian Pakarena berawal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langi (negeri kahyangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langi mengajarkan penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternak hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting langi.

Sebagai seni yang berdimensi ritual, Pakarena terus hidup dan menghidupi ruang batin masyarakat Gowa dan sekitarnya. Meski tarian ini sempat menjadi kesenian istana pada masa Sultan Hasanuddin raja Gowa ke-16, lewat sentuhan I Li’motakontu, ibunda sang Sultan. Demikian juga saat seniman Pakarena ditekan gerakan pemurnian Islam Kahar Muzakar karena dianggap bertentangan dengan Islam. Namun begitu tragedi ini tidak menyurutkan hati masyarakat untuk menggeluti aktifitas yang menjadi bagian dari hidup dan kehidupan yang menghubungkan diri mereka dengan Yang Kuasa.

Belakangan ini tangan-tangan seniman kota dan birokrat pemerintah daerah (pemda) telah menyulap Pakarena menjadi industri pariwisata. Dengan bantuan tukang seniman standar estetika diciptakan melalui sanggar-sanggar agar bisa dinikmatin orang luar. Untuk mendongkrak pendapatan daerah, alasannya. Sebagian seniman mengikuti standar resmi dan memperoleh fasilitas pemda. Tapi sebagian seniman lain enggan mengikuti karena dianggap tidak sesuai tradisi adat setempat, meski menanggung resiko tidak memperoleh dana pembinaan pemda atau tidak diundang dalam pertunjukan-pertunjukan.

Dg Mile (50 tahun), misalnya. Seniman Pakarena asal desa Kalase’rena, Kec. Barang lompo ini tergolong teguh pendirian. Ia biasanya mencari berbagai cara berkelit untuk tidak menghadiri undangan departemen pariwisata. Kadang beralasan sedang ada acara ritual sendiri di kampungnya atau menghadiri sunatan dan pengantin tetangganya, atau kalau pun tidak bisa menolak maka ia akan menuntut syarat agar teman-temannya tidak terlantar usai pertunjukan.

Cara lain yang agak berbeda ditunjukkan Sirajuddin Bantam. Anrong guru Pakarena dari Gowa ini terang-terangan menolak tampil jika ada pejabat yang mau mendikte tampilan penarinya. Bahkan saat diminta tampil, ia tidak segan mempertanyakan lebih dulu keperluan pertunjukan itu dan sejauh mana menguntungkan teman-temannya. Karena ia tahu ada jenis tarian yang bisa dipertontonkan dan mana yang hanya bisa tampil di acara-acara tertentu. Sirajuddin juga kadang ngibulin pejabat yang menuntut tampilan tertentu dengan tiba-tiba mengubah sendiri skenario tarian di atas panggung.

Sikap yang ditempuh para seniman ini memang bukan tanpa resiko. Mereka harus merawat tradisi Pakarena dengan hidup pas-pasan tanpa bantuan pemerintah. Hanya dengan kreatifitas saja mereka bisa bersaing dengan seniman kota yang menikmati fasilitas dan kesejahteraan jauh di atas rata-rata.

Kecerdikan ini misalnya dipunyai Sirajuddin dan Dg Mile. Sirajuddin mendokumentasikan sendiri tarian Pakarena dan lalu memperkenalkannya ke publik sampai mancanegara. Tentu saja dia dan para seniman kampung yang bersamanya juga mengkreasi Pakarena ini. Tapi ia sungguh menyadari mana tarian yang bisa dikreasi dan mana yang tidak. “Royong yang biasa dipakai ritual, tak perlu ditampilkan. Hanya pakarena Bone Balla yang ditampilkan,” ujar pemilik sanggar tari Sirajuddin ini, sembari menjelaskan bahwa Bone Balla biasa dipertontonkan kerajaan untuk menyambut para tamu.

Sementara itu, Dg Mile yang juga pemilik sanggar Tabbing Sualia ini lebih memilih tampil sendiri tanpa bergantung sama pemda. Paling banter dia dan kelompoknya hanya mau tampil bila bekerja sama dengan LSM tertentu yang peduli terhadap kesenian rakyat. ”Selama ini saya lebih suka main dengan Latar Nusa ketika mau menampilkan kesenian Pakarena di dalam dan di luar negeri,” kata Dg Mile menyebut nama LSM itu.

Begitulah, rupanya kaum seniman memiliki pengertian beda mengenai Pakarena. Orang macam Dg Mile dan Sirajuddin menyadari, Pakarena yang ”dipasarkan” pemda selama ini cenderung terpisah dari kehidupan, tradisi, dan makna yang diimajinasikan komunitas. Proses itu hanya menguntungkan seniman kelas menengah di kota dan kepentingan tertentu di pemerintahan. Seperti keinginan pemda mengubah pakaian penari tradisi di Sulsel agar sesuai dengan norma agama tertentu.

Jelas ini melahirkan kerisauan. Dg Mile sampai-sampai menjelaskan berulangkali kalau Pakarena tidaklah syirik karena ditujukan kepada Yang Kuasa. Sirajuddin pun meminta agar para agamawan tidak menggunakan syariat yang formalis saja dalam menilai kesenian, tapi menggunakan hakikat atau tarekat. “Jika pemahaman mereka benar, tidak ada kesenian kita yang bertentangan dengan agama,” ujar Sirajuddin, sambil mencontohkan istilah passili dalam Pakarena yang berarti memerciki para seniman dan peralatannya dengan sejumput air agar membawa keberuntungan, selaras dengan agama. ”Lalu mana lagi yang harus diberi warna atau nuansa agama,” kata Sirajuddin mengakhiri argumentasinya.

Kalau sudah begini, soalnya menjadi tergantung siapa yang menafsir. Kebenaran kembali ada dalam keyakinan para penghayatnya. Bukan elit agama atau birokrasi yang kerap memonopoli makna.[Liputan oleh Syamsurijal Adhan]

Sikap batinnya hening, penuh kelembutan, dedikatif, itulah kesan yang tersirat dari gemulainya gerakan penari ini. Tari Pakarena yang dibawakan penari ini adalah tarian kas masyarakat Sulawesi Selatan. Setiap penari harus melakukan upacara ritual adat yang disebut jajatang, dengan sesajian berupa beras, kemeyan dan lilin. Ini dimaksudkan untuk memperoleh kelancaran sepanjang pertunjukan berlangsung.

Pakarena adalah bahasa setempat berasal dari kata Karena yang artinya main. Sementara ilmu hampa menunjukan pelakunya. Tarian ini mentradisi di kalangan masyarakat Gowa yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa.

Ini dulunya, pada upacara-upacara kerajaan Tari Pakarena ini dipertunjukkan di Istana. Namun dalam perkembangannya, Tari Pakarena ini lebih memasyarakat di kalangan rakyat. Bagi masyarakat Gowa, keberadaan Tari Pakarena tidak bisa dilepaskan dari kehidupan mereka sehari-hari.

Kelembutan mendominasi kesan pada tarian ini. Tampak jelas menjadi cermin watak perempuan Gowa sesungguhnya yang sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama terhadap suami.

Gerakan lembut si penari sepanjang tarian dimainkan, tak urung menyulitkan buat masyarakat awam untuk membedakan babak demi babak. Padahal tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Gerakan yang sama, nyaris terangkai sejak tarian bermula. Pola gerakan yang cenderung mirip dilakukan dalam setiap bagian tarian.

Sesungguhnya pola-pola ini memiliki makna khusus. Gerakan pada posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam. Menunjukkan siklus kehidupan manusia.

Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam.

Tidak salah kalau seorang penari Pakarena harus mempersiapkan dirinya dengan prima, baik fisik maupun mental. Gerakan monoton dan melelahkan dalam Tari Pakarena, sedikit banyak menyebabkan kaum perempuan di Sulawesi Selatan, tak begitu berminat menarikannya.

Kalaupun banyak yang belajar sejak anak-anak, tidak sedikit pula yang kemudian enggan melanjutkannya saat memasuki jenjang pernikahan. Namun tidak demikian halnya seorang Mak Joppong. Perempuan tua yang kini usianya memasuki 80 tahun ini, adalah seorang pelestari tari klasik Pakarena.

Ia seorang maestro tari khas Sulawesi Selatan ini. Ia seorang empu Pakarena. Mak Joppong sampai sekarang masih bersedia memenuhi undangan. Untuk tampil menarikan Pakarena yang digelutinya sejak usia 10 tahun ini. Disebut-sebut, perempuan inilah yang mampu menarikan Pakarena dengan utuh, lengkap dengan kesakralannya sebagai sebuah tarian yang mengambarkan kelembutan perempuan Gowa.

Mak Joppong tak pernah mau ambil pusing dengan bayaran yang diterimanya. Dedikasi penuh pada tarian ini, membuatnya rela menerima seberapapun besarnya bayaran yang diberikan si pengundang.

Padahal selepas ditinggal suaminya wafat, kehidupannya banyak bergantung pada kesenian yang telah lama diusungnya ini. Namun biasanya, ia menerima bayaran sekitar 500 ribu hingga 1 juta rupiah, untuk tampil semalam suntuk, termasuk biaya sewa pakaian dan alat-alat.

Tubuh yang sudah renta termakan usia. kulit yang semakin keriput sejalan perjalanan hidup, tak membuatnya surut dalam berkarya bersama Tari Pakarena. Bahkan untuk membagi kebisaan yang didapat dari ayahnya ini. Ia sejak tahun 1978, mengajarkan Tari Pakarena kepada para gadis di kampungnya di Desa Kambini, Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa.

Di rumahnya, yang merupakan rumah panggung kas Gowa yang disebut Balarate, para gadis melangkah, melengok, mengerakan tangannya mengikuti gerak si empu Pakarena Mak Joppong.

Saat ini ada 6 gadis yang menjadi anak didiknya, dan tak sepeserpun, Mak Joppong memunggut biaya. Tari Mak Joppong amat terasa sedih disaat salah seorang anak didiknya memasuki jenjang pernikahan.

Karena biasanya, usai menikah, anak didiknya tak lagi menekuni Tari Pakarena. Sebuah kebiasaan di Gowa, adalah hal yang tabu dan malu, bila seorang perempuan yang telah menikah tampil di muka umum.

Pandangan umum inilah yang menyebabkan Tari Pakarena seolah hanya selesai sampai di situ. Padahal tidak demikian buat Mak Joppong, Pakarena adalah Tarian sakral yang tidak semua perempuan mampu menarikannya. Ketekunan dan kesabaran menjadi modal utama buat Penari Pakarena. Itulah salah satunya yang dimiliki Mak Joppong hingga kini.

Kini nasib Tari Pakarena seolah hanya bersandar pada Mak Joppong semata. Selain hanya ia yang paham akan seluk beluk tarian ini, ia pula lah yang tetap setia mengusung tari tradisional yang pernah jaya di masa kerajaan Gowa dulu.

Penari Pakarena, begitu lembut mengerakan anggota tubuhnya. Sebuah cerminan wanita Sulawesi Selatan. Sementara iringan tetabuhan yang disebut Gandrang Pakarena, seolah mengalir sendiri. Hentakannya yang bergemuruh, selintas tak seiring dengan gerakan penari. Gandrang Pakarena, adalah tampilan kaum pria Sulawesi Selatan yang keras.

Tarian Pakarena dan musik pengiringnya bak angin kencang dan gelombang badai. Terang musik Gandrang Pakarena bukan hanya sekedar pengiring tarian. Ia juga sebagai penghibur bagi penonton. Suara hentakan lewat empat Gandrang atau gendang yang ditabuh bertalu-talu ditimpahi tiupan tuip-tuip atau seruling, para pasrak atau bambu belah dan gong, begitu mengoda penontonya.

Komposisi dari sejumlah alat musik tradisional yang biasanya dimainkan 7 orang ini, dikenal dengan sebutan Gondrong Rinci. Pemain Gandrang sangat berperan besar dalam musik ini. Irama musik yang dimainkan sepenuhnya bergantung pada pukulan Gandrang. Karena itu, seorang pemain Gandrang harus sadar bahwa ia adalah pemimpin dan ia paham akan jenis gerakan Tari Pakarena.

Biasanya selain jenis pukulan untuk menjadi tanda irama musik bagi pemain lainnya, seorang penabuh Gandrang juga mengerakan tubuh terutama kepalanya. Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam petabuhan Gandrang.

Yang pertama adalah pukulan Gundrung yaitu pukulan Gandrang dengan menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau. Yang kedua adalah pukulan tumbu yang dipukul hanya dengan tangan.

Gemuruh suara yang terdengar dari sejumlah alat musik tradisional Sulawesi Selatan ini, begitu berpengaruh kepada penonton. Mereka begitu bersemangat, seakan tak ingat lagi waktu pertunjukan yang biasanya berlangsung semalam suntuk.

Semangat inipula yang membuat para pemain musiknya semakin menjadi. Waktu bergulir, hentakan Gandrang Pakarena terus terdengar. Namun entah sampai kapan Gandrang Pakarena akan terus ada.

Nasibnya amat bergantung pada Tarian Pakarena sendiri yang kini masa depannya seolah hanya berada di tangan Mak Joppong. Muda-mudahan semangatnya tak akan pudar, seiring dengan irama musiknya yang mencerminkan kerasnya lelaki Sulawesi Selatan. (Sup)

Gerakan lembut si penari sepanjang tarian dimainkan, tak urung menyulitkan buat masyarakat awam untuk membedakan babak demi babak. Padahal tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Gerakan yang sama, nyaris terangkai sejak tarian bermula. Pola gerakan yang cenderung mirip dilakukan dalam setiap bagian tarian.

Sesungguhnya pola-pola ini memiliki makna khusus. Gerakan pada posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam. Menunjukkan siklus kehidupan manusia.

Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam.

Tidak salah kalau seorang penari Pakarena harus mempersiapkan dirinya dengan prima, baik fisik maupun mental. Gerakan monoton dan melelahkan dalam Tari Pakarena, sedikit banyak menyebabkan kaum perempuan di Sulawesi Selatan, tak begitu berminat menarikannya.

Kalaupun banyak yang belajar sejak anak-anak, tidak sedikit pula yang kemudian enggan melanjutkannya saat memasuki jenjang pernikahan. Namun tidak demikian halnya seorang Mak Joppong. Perempuan tua yang kini usianya memasuki 80 tahun ini, adalah seorang pelestari tari klasik Pakarena.

Ia seorang maestro tari khas Sulawesi Selatan ini. Ia seorang empu Pakarena. Mak Joppong sampai sekarang masih bersedia memenuhi undangan. Untuk tampil menarikan Pakarena yang digelutinya sejak usia 10 tahun ini. Disebut-sebut, perempuan inilah yang mampu menarikan Pakarena dengan utuh, lengkap dengan kesakralannya sebagai sebuah tarian yang mengambarkan kelembutan perempuan Gowa.

Mak Joppong tak pernah mau ambil pusing dengan bayaran yang diterimanya. Dedikasi penuh pada tarian ini, membuatnya rela menerima seberapapun besarnya bayaran yang diberikan si pengundang.

Padahal selepas ditinggal suaminya wafat, kehidupannya banyak bergantung pada kesenian yang telah lama diusungnya ini. Namun biasanya, ia menerima bayaran sekitar 500 ribu hingga 1 juta rupiah, untuk tampil semalam suntuk, termasuk biaya sewa pakaian dan alat-alat.

Tubuh yang sudah renta termakan usia. kulit yang semakin keriput sejalan perjalanan hidup, tak membuatnya surut dalam berkarya bersama Tari Pakarena. Bahkan untuk membagi kebisaan yang didapat dari ayahnya ini. Ia sejak tahun 1978, mengajarkan Tari Pakarena kepada para gadis di kampungnya di Desa Kambini, Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa.

Di rumahnya, yang merupakan rumah panggung kas Gowa yang disebut Balarate, para gadis melangkah, melengok, mengerakan tangannya mengikuti gerak si empu Pakarena Mak Joppong.

Saat ini ada 6 gadis yang menjadi anak didiknya, dan tak sepeserpun, Mak Joppong memunggut biaya. Tari Mak Joppong amat terasa sedih disaat salah seorang anak didiknya memasuki jenjang pernikahan.

Karena biasanya, usai menikah, anak didiknya tak lagi menekuni Tari Pakarena. Sebuah kebiasaan di Gowa, adalah hal yang tabu dan malu, bila seorang perempuan yang telah menikah tampil di muka umum.

Pandangan umum inilah yang menyebabkan Tari Pakarena seolah hanya selesai sampai di situ. Padahal tidak demikian buat Mak Joppong, Pakarena adalah Tarian sakral yang tidak semua perempuan mampu menarikannya. Ketekunan dan kesabaran menjadi modal utama buat Penari Pakarena. Itulah salah satunya yang dimiliki Mak Joppong hingga kini.

Kini nasib Tari Pakarena seolah hanya bersandar pada Mak Joppong semata. Selain hanya ia yang paham akan seluk beluk tarian ini, ia pula lah yang tetap setia mengusung tari tradisional yang pernah jaya di masa kerajaan Gowa dulu.

Penari Pakarena, begitu lembut mengerakan anggota tubuhnya. Sebuah cerminan wanita Sulawesi Selatan. Sementara iringan tetabuhan yang disebut Gandrang Pakarena, seolah mengalir sendiri. Hentakannya yang bergemuruh, selintas tak seiring dengan gerakan penari. Gandrang Pakarena, adalah tampilan kaum pria Sulawesi Selatan yang keras.

Tarian Pakarena dan musik pengiringnya bak angin kencang dan gelombang badai. Terang musik Gandrang Pakarena bukan hanya sekedar pengiring tarian. Ia juga sebagai penghibur bagi penonton. Suara hentakan lewat empat Gandrang atau gendang yang ditabuh bertalu-talu ditimpahi tiupan tuip-tuip atau seruling, para pasrak atau bambu belah dan gong, begitu mengoda penontonya.

Komposisi dari sejumlah alat musik tradisional yang biasanya dimainkan 7 orang ini, dikenal dengan sebutan Gondrong Rinci. Pemain Gandrang sangat berperan besar dalam musik ini. Irama musik yang dimainkan sepenuhnya bergantung pada pukulan Gandrang. Karena itu, seorang pemain Gandrang harus sadar bahwa ia adalah pemimpin dan ia paham akan jenis gerakan Tari Pakarena.

Biasanya selain jenis pukulan untuk menjadi tanda irama musik bagi pemain lainnya, seorang penabuh Gandrang juga mengerakan tubuh terutama kepalanya. Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam petabuhan Gandrang.

Yang pertama adalah pukulan Gundrung yaitu pukulan Gandrang dengan menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau. Yang kedua adalah pukulan tumbu yang dipukul hanya dengan tangan.

Gemuruh suara yang terdengar dari sejumlah alat musik tradisional Sulawesi Selatan ini, begitu berpengaruh kepada penonton. Mereka begitu bersemangat, seakan tak ingat lagi waktu pertunjukan yang biasanya berlangsung semalam suntuk.

Semangat inipula yang membuat para pemain musiknya semakin menjadi. Waktu bergulir, hentakan Gandrang Pakarena terus terdengar. Namun entah sampai kapan Gandrang Pakarena akan terus ada.

Nasibnya amat bergantung pada Tarian Pakarena sendiri yang kini masa depannya seolah hanya berada di tangan Mak Joppong. Muda-mudahan semangatnya tak akan pudar, seiring dengan irama musiknya yang mencerminkan kerasnya lelaki Sulawesi Selatan. (Sup) Selengkapnya...

Tari Tortor  

Diposting oleh bundor Bundor


Tari to-tor adalah tarian yang gerakannya se-irama dengan iringan musik (magondangi) yang dimainkan dengan alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak, dll. Menurut sejarahnya tari tor-tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh, dimana roh tersebut dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol dari leluhur), lalu patung tersebut tersebut bergerak seperti menari akan tetapi gerakannya kaku. Gerakan tersebut meliputi gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan.[3]

Jenis tari tor-tor pun berbeda-beda, ada yang dinamakan tortor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu dibersihkan tempat dan lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan jeruk purut. Ada juga tor-tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja, tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi disebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).

Kemudian tor-tor Tunggal Panaluan merupakan suatu budaya ritual. Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah, maka tanggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah dan Benua bawah.[4]

Dalam perkembangannya tarian tor-tor ada dalam berbagai acara adat Batak, maknanya disesuaikan dengan tema acara adat yang sedang dilakukan. Dan untuk lebih memeriahkan tari tor-tor, sebagian audiensi memberikan "saweran" kepada penari tor-tor yang diselipkan di tangan penari tor-tor dan sang pemberi saweran melakukannya sambil menari tor-tor juga.

Setelah melihat kepada sejarah tor-tor kita dapati bahwa pada awalnya tor-tor merupakkan suatu upacara adat yang bernilai relegius. Bagaimanakah pandangan Islam terhadap tari ini? Dari sejarah diatas tari tor-tor tidak terlepas dari unsur kesyirikan, dimana ada upacara untuk memanggil roh, kebiasaannya dilakukan oleh para wanita dimana Islam melarang wanita untuk menampakkan auratnya dan juga adanya ikhtilat antara kaum wanita dan lelaki. Selengkapnya...

Tari Topeng  

Diposting oleh bundor Bundor


Keterangan:
Tari topeng dari Cirebon, merupakan salah satu tarian di tatar Parahyangan. Disebut tari topeng, karena penarinya menggunakan topeng disaat menari. Tari topeng ini sendiri banyak sekali ragamnya, dan mengalami perkembangan dalam hal gerakan, maupun cerita yang ingin disampaikan. Terkadang tari topeng dimainkan oleh saru penari tarian solo, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa orang.

Salah satu jenis lainnya dari tari topeng ini adalah Tari topeng kelana kencana wungu merupakan rangkaian tari topeng gaya Parahyangan yang menceritakan ratu Kencana wungu yang dikejar-kejar oleh prabu Menakjingga yang tergila-tergila padanya. Pada dasarnya masing-masing topeng yang mewakili masing-masing karakter menggambarkan perwatakan manusia. Kencana Wungu, dengan topeng warna biru, mewakili karakter yang lincah namun anggun. Menakjingga (disebut juga kelana), dengan topeng warna merah mewakili karakter yang berangasan, tempramental dan tidak sabaran. Tari ini karya Nugraha Soeradiredja.

Gerakan tangan dan tubuh yang gemulai, serta iringan musik yang didominasi oleh kendang dan rebab, merupakan ciri khas lain dari tari topeng. Selengkapnya...

Tari Lilin  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.
Lompat ke: pandu arah, gelintar

Tarian Lilin pada asasnya merupakan sebuah tarian yang dipersembahkan oleh sekumpulan penari dengan diiringi sekumpulan pemuzik. Para penari ini akan membawa lilin yang dinyalakan pada piring yang dipegang pada setiap belah tangan mereka. Penari ini akan menarikan tarian secara berkumpulan dengan memusingkan piring yang mempunyai lilin yang menyala secara berhati-hati agar piring tersebut sentiasa mendatar, dan lilin tidak terpadam.

[sunting] Asal

Asal usul Tarian Lilin dipercayai berasal dari Sumatera. Kononnya seorang gadis telah ditinggalkan oleh tunang yang pergi berdagang mencari harta. Semasa peninggalan tunangnya itu gadis telah kehilangan cincin pertunangan. Gadis tersebut mencari-cari cincin hingga larut malam dengan menggunakan lilin yang diletakkan pada piring. Gerakan badan yang meliuk, membongkok, mengadah (berdoa) melahirkan keindahan sehingga peristiwa ini telah melahirkan Tarian Lilin di kalangan gadis-gadis kampung itu.

[sunting] Jenis Pengelasan

Tarian lilin merupakan sejenis kesenian Istana dan ditarikan pada waktu malam bagi menimbulkan nyalaan lilin tersebut. Ini kerana tarian lilin memerlukan penarinya giat berlatih agar dapat mengawal pergerakan dengan lilin yang menyala tanpa kemalangan.
Diambil daripada "http://ms.wikipedia.org/wiki/Tarian_Lilin"
Kategori: Tarian Melayu Selengkapnya...

Tari Randai  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Randai dalam sejarah Minangkabau memiliki sejarah yang lumayan panjang. Konon kabarnya ia sempat dimainkan oleh masyarakat Pariangan Padang Panjang ketika mesyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut. Randai dalam masyarakat Minangkabau adalah suatu kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang dalam artian berkelompok atau beregu, dimana dalam randai ini ada cerita yang dibawakan, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya. Randai ini bertujuan untuk menghibur masyarakat biasanya diadakan pada saat pesta rakyat atau pada hari raya Idul Fitri.

Randai ini dimainkan oleh pemeran utama yang akan bertugas menyampaikan cerita, pemeran utama ini bisa berjumlah satu orang, dua orang, tiga orang atau lebih tergantung dari cerita yang dibawakan, dan dalam membawakan atau memerankannya pemeran utama dilingkari oleh anggota-anggota lain yang bertujuan untuk menyemarakkan berlansungnya acara tersebut.

Sekarang randai ini merupakan sesuatu yang asing bagi pemuda-pemudi Minangkabau, hal ini dikarenakan bergesernya orientasi kesenian atau kegemaran dari generasi tersebut. Randai terdapat di Pasisie dan daerah Darek (daratan).

Pada awalnya Randai adalah media untuk menyampaikan kaba atau cerita rakyat melalui gurindam atau syair yang didendangkan dan galombang (tari) yang bersumber dari gerakan-gerakan silat Minangkabau. namun dalam perkembangannya Randai mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara, seperti kelompok Dardanela.Jadi, Randai pada awalnya adalah media untuk menyampaikan cerita-cerita rakyat, dan kurang tepat jika Randai disebut sebagai Teater tradisi Minangkabau walaupun dalam perkembangannya Randai mengadopsi gaya bercerita atau dialog teater atau sandiwara. Selengkapnya...

Tari Indang  

Diposting oleh bundor Bundor


Written by Masni Erika Firmiana
Wednesday, 24 October 2007
Tari Indang (badindin) yang selama ini dikenal sebagai tradisi Sumatera Barat, tepatnya Pariaman, sekarang diaku sebagai milik Malaysia!!!

Malaysia memang sangat keterlaluan. Setelah rendang, songket, diaku sebagai HaKI mereka, mungkin sekarang giliran tari Indang dengan lagu "din din badindin" yang selama ini kita kenal dilagukan dengan sangat indah oleh Tiar Ramon dan Elly Kasim, yang akan diaku sebagai milik mereka. Kemaren saya menerima telepon dari saudara di konsul jenderal Indonesia di Osaka Jepang yang menyampaikan bahwa tari tersebut sudah perform pada pesta budaya di Osaka, Jepang, dan ditampilkan oleh Malaysia.

Memang mereka menyebutkan "tari Indang modifikasi", tapi mereka tidak menyebutkan bahwa mereka menggunakan musik pengiring dan nyanyian milik tanah air kita tercinta, dan bahwa tari indang itu asalnya dari Pariaman Sumatera Barat, Indonesia, tetapi juga berkembang di Malaysia.

Saat mereka perform, sodara saya yang sedang berada di stand Indonesia kaget berat dan langsung teriak "dasar maliiiingngng" dengan suara sangat lantang. Pengunjung yang bukan Indonesia malaysia tentu tidak mengerti apa2, tetapi orang-orang Malaysia yang ada di stand mereka (sangat kebetulan berada di sebelah stand Indonesia) langsung tertunduk, tidak berani mengangkat kepala.

Bagi pihak lain di luar Malaysia dan Indonesia yang tidak tahu apa-apa, tentu akan mengira bahwa performance tersebut MEMANG milik Malaysia, kan? Sekarang saatnya kita "membalas" perlakuan sewenang2 Malaysia, mereka bisa mengatakan lagu sayang-sayange milik mereka karena kita tidak punya bukti otentik. tapi sekarang kita bisa menunjukkan kaset lagu tersebut yang tentunya mencantumkan pengarang dan penyanyinya, kan?

Saya cukup yakin kalau pengarang lagu tersebut sudah mencatatkan karyanya di YKCI. Saudara saya di Osaka minta tolong mencarikan kaset itu, karena saat ini dia tengah menyiapkan nota protes kepada pemerintah Malaysia melalui konjen mereka di Osaka. Ba'a komentar sanak-sanak nan lain? Lai rela barang awak diambiak urang??? Selengkapnya...

Tari Payung  

Diposting oleh bundor Bundor


Tari Payung adalah salah satu tari klasik dari Daerah Minang. Merupakan tari pergaulan muda-mudi sehingga dibawakan secara berpasang-pasangan. Tari ini menggunakan payung sebagai alat bantu yang dimainkan oleh penari pria dan bisa juga ditambah dengan selendang oleh penari wanita. Musiknya cukup variatif, mulai dari agak pelan, lalu agak cepat dan cepat, sangat dinamis. Tari sangat cocok untuk memeriahkan acara pesta, pameran, launching produk dan event lainnya.

Informasi lebih lanjut dan untuk 'appointment' dapat menghubungi kami di Jl. Kutilang No. 66 Perumahan Rewwin, Waru, Surabaya Telp. 031 -8665837 atau Flexi 031-70274401. Kami juga dapat dihubungi di Taman Budaya Propinsi Jawa Timur, Jl. Gentengkali 85 Surabaya setiap hari Selasa pukul 18.00 - 20.00 WIB. Selengkapnya...

Tari Bedaya  

Diposting oleh bundor Bundor


Tari Bedaya ini merupakan salah satu karya KRT. Sasminta Dipura. Sebagaimana lazimnya dalam tradisi tari jawa, tari Bedaya ini ditarikan oleh 9 orang penari putri. Bedaya Partakrama mengisahkan perjuangan para Pandawa dalam mendapatkan Dewi Sumbadra yang dipercaya sebagai penjelmaan Dewi Sri, untuk dinikahkan dengan Arjuna. Perjuangan itu akhirnya berhasil, Arjuna pun dipersandingkan di pelaminan dengan Dewi Sumbadra.

TARI GUNTUR SEGARA

Guntur Segara sabagai salah satu genre wireng gagah gagrag Ngayogyakarta dikenal sebagai hasil ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Tari ini ditarikan oleh 4 orang penari putra dengan menggunakan ragam tari gagah kambeng dan memakai properti gada dan bindhi serta tameng. Sumber materi dramatik yang digunakan adalah kisah Panji, yang menggambarkan peperangan antara Raden Guntur Segara melawan Raden Jayasena. Selengkapnya...

Rumah Panggung  

Diposting oleh bundor Bundor



KETERANGAN:
Rumah Panggung Manado dari Desa Woloan adalah salah satu rumah adat dari suku MInahasa. Rumah ini terbuat dari 3 jenis material kayu yang dikenal anti rayap yaitu: Kayu Besi untuk keseluruhan rangka; kayu Cempaka untuk dinding, pintu, dan jendela; serta kayu Nyato untuk lantai, plafon, rangka atap, ventilasi dan aksesories lainnya

SPESIFIKASI RUMAH:
Tinggi tiang: 2,85 m
Tinggi dinding: 2,75 m
Tebal + lebar tiang: 19x19 cm
Penyangga lantai: 9x18 cm
Kerangka rumah: 9x9 cm
Lebar tangga dpn :80 cm
Lebar tangga blkng:80 cm
Tebal pintu: 3,5 cm
Tebal jendela: 3 cm
Tebal dinding: 1,5cm
Tebal lantai : 2,5 cm
Tebal plafon: 1 cm
Kaca rmh: Ray ban/terang 3 mm
Atap standar: seng (bisa jenis lain seperti gentel metal, sirap, genteng asbes).
Kamar mandi: susun pakai bata/beton di sisi kanan/belakang / di bagian bawah rumah.

PEMBELI PERLU MENYIAPKAN:
- IMB (sesuai ketentuan di lokasi)
- Tax/Ppn
- Pondasi rumah,
- Lokasi yang sudah diratakan/datar
- konsumsi, dan rokok tukang
- Penginapan tukang selama proses
pemasangan.
- Pemasangan instalasi listrik.
- Pengecatan semua komponen rumah.
- Bahan non kayu seperti: atap, kaca,
engsel pintu dan jendela, paku.

Pembeli dapat memesan dengan memberikan ukuran dan denah rumah yang diinginkan. Harga Rp. 2.300.000,- per M2 yang mengcover:
- Ongkos pemasangan rumah di lokasi pembeli
- Biaya transportasi kontainer
- Biaya surat jalan dan surat administrasi lainnya
- Biaya transportasi Tukang pp
- Lokasi pembeli harus dapat dijangkau
dengan kendaraan truk / trailer
sehingga memudahkan pengangkutan
material rumah.
Jadi dengan harga Rp. 2.300.000,- per M2, Pembeli di JAWA, BALI, LOMBOK, SUMATRA, KALIMANTAN, DAN BATAM terima kunci di tempat dgn kondisi di atas.

KETERANGAN LAIN:

LOKASI PRODUKSI:
Jl. Raya Woloan,
Desa Woloan 1,
Kecamatan Tomohon Barat,
Kabupaten Minahasa Tengah
Sulawesi Utara.

LOKASI PENJUALAN DI JAKARTA:

Jl. Sutera Flamboyan 8 no. 5,
Cluster Flamboyan,
Perumahan Alam Sutera,
Jl. Raya Serpong K.M 3,
Serpong 15325,
Tangerang, Banten.
Contact person: Marcel Mandagi
Phone + Fax : 021-5398871
Mobile: 0815-9986999.

EXPORT SPECIFICATIONS:
- We export Wood Stage Home to CANADA, AMERICA, AUSTRALIA, EUROPE, CHINA, TAIWAN, KOREA, INDIA and JAPAN.
- Price US $ 800 per M2.
The price include everything: shiiping, all documents, transportation fee for employee, and employee's fee , visas & passport for employee (4 persons).
- Home specification:
Pilar height = 2.85 m
Wall height = 2.75 m
Pillar's thick = 19x19 cm
Frame thick = 9x9 cm
Wall's thick = 1.5cm
Door's thick = 4 cm
Window's thick = 3 cm
Ceiling = 1. cm
Floor's thick = 2.5 cm
Stair's width = 80 cm
Standard Roof = Corrugated Zinc

PRODUCTION SITE
Desa Woloan 1,
North Celebes/ Sulawesi,
Indonesia

MARKETING SITE in Jakarta:
Jl. Sutera Flamboyan 8 no. 5
Perumahan Alam Sutera
Jl. Raya Serpong,
Banten Province.
Mobile: 0815-9986999
Phone + fax: 021-5398871
Should you need more informations, feel free to contact me. Selengkapnya...

Adu Domba  

Diposting oleh bundor Bundor



Adu domba merupakan salah satu kesenian khas rakyat jawa barat yang cukup digemari, terutama di kalangan tradisional. Kesenian ini merupakan peninggalan leluhur yang masih bertahan eksistensinya hingga saat ini.

Pada intinya adu domba ialah ajang pamer ketangkasan hewan ternak yang pada akhirnya akan menaikan gengsi suatu perkumpulan ternak tertentu. Para pesertanya ialah peternak-peternak domba yang tersebar hampir di seluruh jawa barat, terutama daerah garut, sumedang, bandung, majalengka dan lainya. Event adu domba dilaksanakan setiap tahun dengan sistim kompetisi, hampir setiap bulan kegiatan ini dilaksanakan bergilir di daerah-daerah. Di bandung arena adu domba salah satunya terletak di lebak siliwangi (di samping lapangan olah raga SABUGA ITB).
Setiap event adu domba selalu dipadati oleh penonton. Kegiatan ini juga memiliki gengsi yang cukup tinggi karena banyak tokoh-tokoh sunda yang juga merupakan penggemar sekaligus pemiliknya, seperti Kang Ibing, Dll.

Hadiah yang diperebutkan juga tidak sembarangan, sebuah mobil atau motor adalah hal yang sudah biasa. Ini tidaklah mengherankan karena harga seekor domba adu bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Seperti halnya pertandingan tinju, ajang ini juga dilengkapi oleh juri penilai, wasit dan pelatih domba yang ikut menari jaipongan setiap kali dombanya beraksi. Biasanya setiap pertandingan dibagi ke dalam dua ronde, dan masing-masing ronde terdiri dari sepuluh kali tumbukan kepala. Adu ketangkasan ini juga dibagi ke dalam kelas-kelas yang berbeda berdasarkan bobot domba petarung.

Ajang adu domba juga sering kali diselingi oleh atraksi pencak silat, juga musik tradisional. Ini menjadikan kegiatan sangat meriah dan menarik. Sayangnya peomosi yang masih bersifat internal di kalangan penggemar domba, menjadikan atraksi yang memiliki nilai wisata ini belum bisa menarik wisatawan asing dan mendatangkan devisa bagi daerah. (yogi, indotravelers.com) Selengkapnya...

Rumah Honai  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Honai adalah rumah khas Papua. Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai sengaja dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela yang bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Honai biasanya dibangun setinggi 2,5 meter dan pada bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai). Selengkapnya...

Joglo  

Diposting oleh bundor Bundor



Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Maket Rumah Joglo Gudang

Rumah Joglo atau Rumah Joglo Gudang adalah satu rumah tradisional daerah Kalimantan Selatan (rumah Banjar) yang memiliki atap limas. Rumah Joglo disebut juga Rumah Bulat. Rumah seperti ini juga terdapat di kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Rumah Bulat ini terdapat di Desa Penghulu, Marabahan, Barito Kuala. Bentuk bangunan rumah Joglo terdiri atas 3 susunan atap limas yang berderet ke belakang dengan satu tambahan atap limas yang lebih kecil pada paling belakang yang merupakan bangunan dapur (Padu). Rumah limas seperti ini kalau di Jawa disebut Rumah Limasan Endas Telu merupakan tiga atap limas yang berderet ke belakang.

Di Banjarmasin juga terdapat jenis rumah Joglo yang disebut Joglo Gudang yaitu satu buah atap limas dengan disambung atap Sindang Langit di depan dan atap Hambin Awan di belakang. Terdapat juga model Joglo Gudang yang besar dengan tambahan serambi Pamedangan hingga ke samping kiri dan samping kanan rumah.

Secara etimologi berasal dari kata Joglo dan gudang. Dinamakan Rumah Joglo karena menyerupai model rumah limasan suku Jawa yang disebut rumah Joglo, sedangkan istilah 'gudang' karena pada bagian kolong rumah (yang dalam bahasa Banjar disebut berumahan) dipergunakan sebagai gudang untuk menyimpan hasil hutan, karet yang merupakan komoditas perdagangan pada zaman dulu.

Di Banjarmasin, rumah jenis ini banyak ditempati orang Tionghoa-Banjar. Rumah Joglo Gudang merupakan salah khasanah kekayaan arsitektur daerah Kalimantan Selatan yang pernah berkembang pada masa lampau.
Rumah Joglo Gudang yang ramping dengan serambiPamedangan hanya pada sisi depan terdapat di Kampung Pacinan Laut, Kelurahan Gadang, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin.
Denah rumah Joglo Gudang yang besar memiliki serambi Pamedangan hingga ke samping kiri dan samping kanan rumah

[sunting] Konstruksi Bangunan

Walaupun menyerupai Rumah Joglo yang ada di Jawa, rumah Joglo Gudang di Kalimantan Selatan dibangun dengan kostruksi rumah panggung kayu dengan teknik bangunan lokal seperti pada rumah Banjar pada umumnya.

[sunting] Ruang

Ruang-ruang berturut-turut dari depan ke belakang terdiri atas :

1. Surambi Sambutan (teras rumah)
2. Pamedangan (serambi setengah terbuka)
3. Panurunan (ruang tamu)
4. Paluaran (ruang keluarga)
5. Palidangan (ruang tidur)
6. Panampik Dalam (ruang dalam)
7. Padapuran (dapur)

[sunting] Keterangan

Menurut salah satu literatur, bahwa : "Golongan Tionghoa kaya umumnya membangun rumah tipe Joglo, dengan teknik Banjar. Beratap limasan, bertiang tinggi yang kadang-kadang penuh ukiran. Bagian bawah rumah berfungsi sebagai gudang penyimpanan hasil hutan, karet dan sebagainya."

Menurut penelitian Tim Muskala (Museum dan Purbakala), Depdikbud Kalsel (dahulu) terdapat 2 macam rumah joglo di Kalimantan Selatan yaitu :

1. Joglo Gudang dengan ciri-ciri; atap berbentuk limasan bertiang tinggi, bagian bawah rumah menjadi tempat menyimpan barang hasil hutan, ukuran rumah sangat besar lebih dari 40 meter.
2. Joglo Segi Empat dengan ciri-ciri; bentuk rumah segi empat dan ukuran lebih kecil.

(Depdikbud Kalsel). Selengkapnya...

Rumah Limas  

Diposting oleh bundor Bundor


Rumah Limasmerupakan prototype rumah tradisional Palembang, selain ditandai denagn atapnya yang berbentuk limas, rumah limas ini memiliki ciri-ciri; - Atapnya berbentuk Limas - Badan rumah berdinding papan, dengan pembagian ruangan yang telah ditetapkan (standard) bertingkat-tingkat.(Kijing) - Keseluruhan atap dan dinding serta lantai rumah bertopang di atas tiang-tiang yang tertanam di tanah - Mempunyai ornamen dan ukiran yang menampilkan kharisma dan identitas rumah tersebut Kebanyakan rumah Limas luasnya mencapai 400 sampai 1.000 meter persegi atau lebih, yang didirikan di atas tiang-tiang kayu Onglen dan untuk rangka digunakan kayu tembesu Pengaruh Islam nampak pada ornamen maupun ukiran yang terdapat pada rumah limas. Simbas (Platy Cerium Coronarium) menjadi symbol utama dalam ukiran tersebut. Filosofi tempat tertinggi adalah suci dan terhormat terdapat pada arsitektur rumah limas.

Ruang utama dianggap terhormat adalh ruang gajah (bahasa kawi= balairung) terletak ditingkat teratas dan tepat di bawah atap limas yang di topang oleh Alang Sunan dan Sako Sunan.

Diruang gajah terdapat Amben (Balai/tempat Musyawarah) yang terletak tinggi dari ruang gajah (+/- 75 cm). Ruangan ini merupakan pusat dari Rumah Limas baik untuk adat, kehidupan serta dekorasi. sebagai pembatas ruang terdapat lemari yang dihiasi sehingga show/etlege dari kekayaan pemiliki rumah.

Pangkeng (bilik tidur) terdapat dinding rumah, baik dikanan maupun dikiri. Untuk memasuki bilik atau Pangkeng ini, kita harus melalui dampar (kotak) yang terletak di pintu yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan peralatan rumah tangga. Pada ruang belakang dari segala terdapat pawon (dapur) yang lantainya sama tingkat dengan lantai Gegajah tetapi tidak lagi dibawah naungan atap pisang sesisir.

Dengan bentuk ruangan dan lantai berkijing-kijing tersebut, maka rumah Limas adalah rumah secara alami mengatur keprotokolan yang rapi, tempat duduk para tamu disaat sedekah sudah ditentukan berdasarkan status tersebut di masyarakat.

Sumber : http://www.palembang.go.id/ Selengkapnya...

Rumah Gadang  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Rumah Gadang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau, provinsi Sumatra Barat.Rumah ini memiliki keunikan bentuk arsitektur yaitu dengan atap yang menyerupai tanduk kerbau dibuat dari bahan ijuk. Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjuang (anjung) sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula sebagai rumah Baanjuang. Anjuang pada keselarasan Bodi-Chaniago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan untuk golongan kesalarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut prinsip pemerintahan yang hirarkies menggunakan anjuang yang memakai tongkat penyangga, pada golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung di udara. Selengkapnya...

Kawah Putih  

Diposting oleh bundor Bundor



Seperti yang diungkapkan oleh sebuah sumber dari internet, kawah ini (2.194m dpl) sebenarnya terbentuk akibat letusan Gunung Patuha pada abad X dan XII silam. Gunung Patuha, atau sering jg disebut oleh masyarakat sekitar sebagai Gunung Sepuh (Pak Tua), memiliki ketinggian 2.434m diatas permukaan laut dan bersuhu sekitar 8-22 derajat celcius.
Seperti yang diungkapkan sumber di atas, berbagai jenis flora dan fauna turut memperkaya keberadaan tempat wisata ini. Beberapa jenis flora antara lain Cantigi, Lemo (konon berbau seperti minyak lawang dan dapat digunakan untuk mengusir ular), Vaccinium (tanaman khas yang hidup didaerah kawah), serta Eidelweis yang tumbuh di puncak gunung. Sedangkan jenis fauna yang kerap muncul antara lain elang, monyet, kancil, babi hutan, macan kumbang dan macan tutul.
Dahulu kala, masyarakat menganggap kawasan ini kawasan yang angker karena banyak burung mati seketika melewati kawah ini. katanya lagi di tempat ini merupakan kerajaan jin dan tempat bersemayam roh para leluhur. kepercayaan inipun lantas dibantah, ketika pada tahun 1837 seorang ilmuwan Belanda Jerman Dr. Franz Wilhelm Junghuhn melakukan penilitian dan menemukan bahwa keangkeran tsb tidak lain disebabkan oleh adanya semburan lava belerang yang berbau sangat menyengat. namun saat ditemukannya fakta tersebut masyarakat belum tertarik menjadikan tempat ini sebagai objek wisata. baru setelah PT Perhutani mengembangkan tahun 1987, kawasan kawah putih dijadikan sebuah objek wisata di jawa barat.

Menurut keterangan dan gambar yang diperoleh ESDM, belerang/sulfur merupakan mineral hasil proses vulkanis yang berwarna cenderung kuning atau kehitam2an. Sifat belerang antara lain tidak larut dalam air dan dapat larut dalam minyak bumi, minyak tanah, penghantar panas dan listrik yang buruk. apabila dibakar apinya berwarna biru dan engasilkan gas SO2 yang berbau busuk. Belerang banyak digunakan di industri pupuk, kertas, cat, plastik, bahan sintetis, mengolahan minyak bumi, karet, gula pasir, accu, kimia, bahan peledak, petenunan, film dan fotografi, logam serta besi baja. Di indonesia telah diketahui 6 propinsi yang memiliki potensi belerang dengan total cadangan sekitar 5,4 juta. untuk tipe sublimasi, selama gunung berapi masih aktif maka belerang tipe ini dapat diproduksi, sehingga sumber daya belerang sublimasi dianggap tidak terbatas.
Back to kawah putih, menuju tempat ini tidaklah sulit. Lokasi kawah putih dapat ditempuh melalui perjalanan sejauh 46 km atau 2,5 jam ke arah selatan kota Bandung. dari pintu masuk, masih ada sekitar 5km yang harus dilalui. sepanjang perjalanan tersebut kita bs menemui hutan hujan tropis dan Eucalyptus. pulang dari kawah putih kalian bs meneruskan perjalanan ke Situ Patengan or berkemah ke Ranca Upas, yang juga merupakan tempat penangkaran rusa, dan jangan lupa singgah di perkebunan strawberry di kawasan Rancabali. disana kalian bs memetik sendiri buahnya tuk dibawa pulang. Selengkapnya...

Tari Cakalele  

Diposting oleh bundor Bundor


Cakalele merupakan tarian tradisional Maluku yang dimainkan oleh sekitar 30 laki-laki dan perempuan. Para penari laki-laki mengenakan pakaian perang yang didominasi oleh warna merah dan kuning tua. Di kedua tangan penari menggenggam senjata pedang (parang) di sisi kanan dan tameng (salawaku) di sisi kiri, mengenakan topi terbuat dari alumunium yang diselipkan bulu ayam berwarna putih. Sedangkan penari perempuan mengenakan pakaian warna putih sembari menggenggam sapu tangan (lenso) di kedua tangannya. Para penari Cakalele yang berpasangan ini, menari dengan diiringi musik beduk (tifa), suling, dan kerang besar (bia) yang ditiup. Tari Cakalele disebut juga dengan tari kebesaran, karena digunakan untuk penyambutan para tamu agung seperti tokoh agama dan pejabat pemerintah yang berkunjung ke bumi Maluku. Keistimewaan tarian ini terletak pada tiga fungsi simbolnya.
(1) Pakaian berwarna merah pada kostum penari laki-laki, menyimbolkan rasa heroisme terhadap bumi Maluku, serta keberanian dan patriotisme orang Maluku ketika menghadapi perang.
(2) Pedang pada tangan kanan menyimbolkan harga diri warga Maluku yang harus dipertahankan hingga titik darah penghabisan.
(3) Tameng (salawaku) dan teriakan lantang menggelegar pada selingan tarian menyimbolkan gerakan protes terhadap sistem pemerintahan yang dianggap tidak memihak kepada masyarakat. Selengkapnya...

Tari Seudati  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Seudati)
Langsung ke: navigasi, cari

Tari Seudati adalah nama tarian yang berasal dari provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Seudati berasal dari kata Syahadat, yang berarti saksi/bersaksi/pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah.

Tarian ini juga termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, yang mana syairnya selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan. Oleh sebab itu tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan Belanda, tetapi sekarang tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional Indonesia. Selengkapnya...

Tari Kecak  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Tari kecak
Penampilan tari Kecak pada penutupan pameran pendidikan di Kolese Kanisius, Jakarta.

Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar[1], melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.

Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.

Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.

Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya. Selengkapnya...

Goa Selarong  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Gua Selarong adalah sebuah gua yang saat ini merupakan objek wisata dengan pemandangan alam yang indah serta cocok untuk digunakan sebagai bumi perkemahan. Objek ini berlokasi sekitar 14 km arah selatan Yogyakarta, tepatnya di Dukuh Kembang Putihan, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul dan berada di puncak bukit yang ditumbuhi banyak pohon jambu biji dan pohon sawo kecik yang merupakan ciri khas dari objek tersebut.

Di masa lampau gua ini digunakan sebagai markas gerilya Pangeran Diponegoro dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda. Pangeran Diponegoro pindah setelah rumahnya di Tegalrejo diserang dan dibakar habis oleh Belanda.

Di sekitar Gua Selarong terdapat sentra kerajinan kayu yang menghasilkan patung, topeng dan lain-lain. Pemerintah Kabupaten Bantul sedang mengembangkan kawasan Gua selarong sebagai objek agrowisata dengan tanaman klengkeng. Selengkapnya...

Pantai Parangtritis  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Parangtritis dilihat dari atas

Parangtritis, adalah sebuah tempat pariwisata berupa pantai pesisir Samudra Hindia yang terletak kurang lebih 25 kilometer sebelah selatan kota Yogyakarta.Parangtritis merupakan objek wisata yang cukup terkenal di yogyakarta selain objek pantai lainnya seperti Samas, Baron, Kukup Krakal dan Pantai Glagah. Parangtritis mempunyai keunikan pemandangan yang tidak terdapat pada objek wisata lainnya yaitu selain ombak yang besar juga adanya gunung - gunung pasir yang tinngi di sekitar pantai, gunung pasir tersebut biasa disebut gumuk. Objek wisata ini sudah dikelola oleh pihak pemda Bantul dengan cukup baik, mulai dari fasilitas penginapan maupun pasar yang menjajakan souvenir khas parangtritis. Selain itu ada pemandian yang disebut parang wedang konon air di pemandian dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit kulit, air dari pemandian tersebut mengandung belerang yang berasal dari pengunungan di lokasi tersebut. lokasi lain adalah pantai parang kusumo dimana di pantai tersebut terdapat tempat konon untuk pertemuan antara raja jogjakarta dengan ratu laut selatan. Pada hari-hari tertentu (biasa bulan suro) di sini dilakukan persembahan sesajian (Labuhan) bagi Ratu Laut Selatan atau dalam bahasa Jawa disebut Nyai Rara Kidul. Penduduk setempat percaya bahwa seseorang dilarang menggunakan pakaian berwarna hijau muda jika berada di pantai ini. Pantai Parangtritis menjadi tempat kunjungan utama wisatawan terutama pada malam tahun baru Jawa (1 muharram/Suro). Di Parangtritis ada juga kereta kuda atau kuda yang dapat disewa untuk menyusuri pantai dari timur ke barat. Selengkapnya...

Kaliurang  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Kaliurang yang secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti "Sungai Udang", adalah sebuah tempat wisata yang terletak di provinsi Yogyakarta.

Persisnya Kaliurang terletak di Kabupaten Sleman, di perbatasan dengan provinsi Jawa Tengah.

Akses menuju ke Kaliurang sangat mudah. Setidaknya dengan jalan kaki atau menumpang angkutan bus, kol (Colt), taxi, ojek atau becak (jarang yang mau), melewati Jalan Kaliurang.

Kaliurang adalah sebuah resor atau tempat peristirahatan karena sejuknya udaranya. Maka di sini didapatkan banyak vila-vila penginapan, kebanyakan orang sektar menyebutnya wisma. Tempat yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan baik dalam maupun luar negeri adalah Tlaga Putri.

Dikaliurang terdapat sebuah bangunan bersejarah yaitu Wisma Kaliurang , dimana terjadi Perundingan Khusus antara Republik Indonesia dengan Komisi Tiga Negara pada 13 Januari 1948. Perundingan Kaliurang ini melahirkan Notulen Kaliurang.

Republik Indonesia di wakili oleh Presiden Soekarno , Wapres Moh Hatta , PM Syahrir dan Jendral Soedirman. Sedangkan Delegasi Belanda diwakili oleh Paul Van Zeelan (Belgia), Richard Kirby (Ausralia), dan Dr Frank Graham (USA). Di dalam perundingan, Frank Graham mengucapkan ungkapan populer, yaitu "You are what you are from bullets to the ballots." Selengkapnya...

Kota Yogya  

Diposting oleh bundor Bundor



Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Untuk Daerah Istimewa yang bernama sama, lihat pula Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk kegunaan lain dari Yogyakarta, lihat Yogyakarta (disambiguasi).

Kota Yogyakarta Jawa > D.I. Yogyakarta
Lambang Kota Yogyakarta.
Peta pulau Jawa dengan Kotamadya Yogyakarta ditandai.

Motto: Mangayu Hayuning Bawono
Jawa: Cita-cita untuk menyempurnakan masyarakat
Hari jadi 7 Oktober 1756
Wali kota H. Herry Zudianto, SE., Akt., MM
Wilayah 32,8 km²
Kecamatan 14
Penduduk
-Kepadatan 511.744 jiwa (2004)
15.601,2/km²
Suku bangsa Suku Jawa dan hampir semua suku di Indonesia.
Bahasa Indonesia, Jawa
Agama Islam, Kristen, Buddha, Hindu
Flora resmi Kelapa gading
(Cocos nuciferal vv. gading)
Fauna resmi Burung tekukur
(Streptoplia chinensis tigrina)
Zona waktu WIB
Kode telepon 0274

Situs web resmi: http://www.jogja.go.id/

Kota Yogyakarta adalah sebuah kota besar di Indonesia.

Kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa revolusi. Selain itu kota ini adalah ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Pangeran Pakualam.

Makanan khas kota ini adalah gudeg.

Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, karena hampir 20% penduduk produktifnya adalah pelajar dan terdapat 137 perguruan tinggi. Jogja merupakan kota yang diwarnai dinamika pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Perguruan tinggi yang dimiliki oleh pemerintah adalah Universitas Negeri Yogyakarta, Institut Seni Indonesia dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan Mataram antara 1575-1640. Sampai sekarang Kraton (Istana) masih berfungsi dalam arti yang sesungguhnya.

Selain warisan budaya, Yogyakarta memiliki panorama alam yang indah. Hamparan sawah nan hijau menyelimuti daerah pinggiran dengan Gunung Merapi tampak sebagai latar belakangnya. Pantai-pantai yang masih alami dengan mudah ditemukan di sebelah selatan Jogja. Masyarakat di sini hidup dalam damai dan memiliki keramahan yang khas. Atmosfir seni begitu terasa di Yogyakarta. Malioboro, yang merupakan urat nadi Yogyakarta, dibanjiri barang kerajinan dari segenap penjuru. Musisi jalanan pun selalu siap menghibur pengunjung warung-warung lesehan.

Transportasi ke Yogyakarta dapat menggunakan kereta api dari Jakarta, Bandung atau Surabaya. Ada pula kereta api komuter cepat dengan Surakarta yang bernama Pramek. Selain itu bisa juga dengan menggunakan bis yang hampir tersedia dari semua kota di Pulau Jawa serta dengan pesawat terbang.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Untuk Daerah Istimewa yang bernama sama, lihat pula Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk kegunaan lain dari Yogyakarta, lihat Yogyakarta (disambiguasi).

Kota Yogyakarta Jawa > D.I. Yogyakarta
Lambang Kota Yogyakarta.
Peta pulau Jawa dengan Kotamadya Yogyakarta ditandai.

Motto: Mangayu Hayuning Bawono
Jawa: Cita-cita untuk menyempurnakan masyarakat
Hari jadi 7 Oktober 1756
Wali kota H. Herry Zudianto, SE., Akt., MM
Wilayah 32,8 km²
Kecamatan 14
Penduduk
-Kepadatan 511.744 jiwa (2004)
15.601,2/km²
Suku bangsa Suku Jawa dan hampir semua suku di Indonesia.
Bahasa Indonesia, Jawa
Agama Islam, Kristen, Buddha, Hindu
Flora resmi Kelapa gading
(Cocos nuciferal vv. gading)
Fauna resmi Burung tekukur
(Streptoplia chinensis tigrina)
Zona waktu WIB
Kode telepon 0274

Situs web resmi: http://www.jogja.go.id/

Kota Yogyakarta adalah sebuah kota besar di Indonesia.

Kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa revolusi. Selain itu kota ini adalah ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Pangeran Pakualam.

Makanan khas kota ini adalah gudeg.

Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, karena hampir 20% penduduk produktifnya adalah pelajar dan terdapat 137 perguruan tinggi. Jogja merupakan kota yang diwarnai dinamika pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Perguruan tinggi yang dimiliki oleh pemerintah adalah Universitas Negeri Yogyakarta, Institut Seni Indonesia dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan Mataram antara 1575-1640. Sampai sekarang Kraton (Istana) masih berfungsi dalam arti yang sesungguhnya.

Selain warisan budaya, Yogyakarta memiliki panorama alam yang indah. Hamparan sawah nan hijau menyelimuti daerah pinggiran dengan Gunung Merapi tampak sebagai latar belakangnya. Pantai-pantai yang masih alami dengan mudah ditemukan di sebelah selatan Jogja. Masyarakat di sini hidup dalam damai dan memiliki keramahan yang khas. Atmosfir seni begitu terasa di Yogyakarta. Malioboro, yang merupakan urat nadi Yogyakarta, dibanjiri barang kerajinan dari segenap penjuru. Musisi jalanan pun selalu siap menghibur pengunjung warung-warung lesehan.

Transportasi ke Yogyakarta dapat menggunakan kereta api dari Jakarta, Bandung atau Surabaya. Ada pula kereta api komuter cepat dengan Surakarta yang bernama Pramek. Selain itu bisa juga dengan menggunakan bis yang hampir tersedia dari semua kota di Pulau Jawa serta dengan pesawat terbang. Selengkapnya...

Lawang Sewu  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Untuk film, lihat Lawang Sewu (film)

Lawang Sewu

Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1903 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelmina Plein.

Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu). Ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang banyak sekali (dalam kenyataannya pintu yang ada tidak sampai seribu, mungkin juga karena jendela bangunan ini tinggi dan lebar, masyarakat juga menganggapnya sebagai pintu).

Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Jawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945) di gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan SK Wali Kota 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.

Saat ini bangunan yang berusia 100 tahun tersebut kosong dan bereputasi buruk sebagai bangunan angker dan seram. Sesekali digunakan sebagai tempat pameran, di antaranya Semarang Expo dan Tourism Expo.Pernah ada juga wacana yang ingin mengubahnya menjadi hotel. Pada tahun 2007, bangunan ini juga dipakai untuk film dengan judul yang sama dengan bangunannya. Selengkapnya...

Waduk Gajah Mungkur  

Diposting oleh bundor Bundor


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Untuk kecamatan di kota Semarang, lihat Gajahmungkur, Semarang

Waduk Gajah Mungkur adalah sebuah waduk yang terletak 3 km di selatan Kota kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Perairan danau buatan ini dibuat dengan membendung sungai terpanjang di pulau Jawa yaitu sungai Bengawan Solo. Mulai dibangun di akhir tahun 1970-an dan mulai beroperasi pada tahun 1978. Waduk dengan wilayah seluas kurang lebih 8800 ha di 7 kecamatan ini bisa mengairi sawah seluas 23600 ha di daerah Sukoharjo, Klaten, Karanganyar dan Sragen. Selain untuk memasok air minum Kota Wonogiri juga menghasilkan listrik dari PLTA sebesar 12,4 MegaWatt. Untuk membangun waduk ini pemerintah memindahkan penduduk yang tergusur perairan waduk dengan transmigrasi Bedhol Deso ke Sitiung, wilayah Provinsi Lampung.

Waduk Gajah Mungkur juga merupakan tempat rekreasi yang sangat indah. Di sini tersedia kapal boat untuk mengelilingi perairan, juga sebagai tempat memancing. Selain itu dapat pula menikmati olah raga layang gantung (Gantole). Terdapat juga taman rekreasi "Sendang" yang terletak 6 km arah selatan Kota Wonogiri.

Waduk ini direncanakan bisa berumur sampai 100 tahun. Namun sampai tahun 2007,semakin kelihatan begitu tingginya endapan lumpur membuat sangsi apakah umurnya bisa 100 tahun. Pada akhir tahun 2006 di saat musim kemarau, permukaan waduk menurun sehingga menjadi jalan yang menghubungkan kota kecamatan Eromoko dengan Baturetno. Ini disebabkan pengelolaan hutan sabuk hijau yang tidak benar. Sejak krisis moneter mengguncang negeri ini pencurian / penebangan pohon akasia di sekitar genangan air tak terkendali lagi. Selengkapnya...

Candi Prambanan  

Diposting oleh bundor Bundor



Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Candi Rara Jonggrang atau Lara Jonggrang yang terletak di Prambanan adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia. Candi ini terletak di pulau Jawa, kurang lebih 20 km timur Yogyakarta, 40 km barat Surakarta dan 120 km selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.

Candi ini dibangun pada sekitar tahun 850 Masehi oleh salah seorang dari kedua orang ini, yakni: Rakai Pikatan, raja kedua wangsa Mataram I atau Balitung Maha Sambu, semasa wangsa Sanjaya. Tidak lama setelah dibangun, candi ini ditinggalkan dan mulai rusak.
Renovasi

Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda, kemudian pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. beberapa saat kemudian Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih metodis dan sistematis, sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran beribu-ribu batu tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran kembali.Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun 1993 [1].

Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja.

Sekarang, candi ini adalah sebuah situs yang dilindungi oleh UNESCO mulai tahun 1991. Antara lain hal ini berarti bahwa kompleks ini terlindung dan memiliki status istimewa, misalkan juga dalam situasi peperangan.

Candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Asia Tenggara, tinggi bangunan utama adalah 47m.

Kompleks candi ini terdiri dari 8 kuil atau candi utama dan lebih daripada 250 candi kecil.

Tiga candi utama disebut Trisakti dan dipersembahkan kepada sang hyang Trimurti: Batara Siwa sang Penghancur, Batara Wisnu sang Pemelihara dan Batara Brahma sang Pencipta.

Candi Siwa di tengah-tengah, memuat empat ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin. Sementara yang pertama memuat sebuah arca Batara Siwa setinggi tiga meter, tiga lainnya mengandung arca-arca yang ukuran lebih kecil, yaitu arca Durga, sakti atau istri Batara Siwa, Agastya, gurunya, dan Ganesa, putranya.

Arca Durga juga disebut sebagai Rara atau Lara/Loro Jongrang (dara langsing) oleh penduduk setempat. Untuk lengkapnya bisa melihat di artikel Loro Jonggrang.

Dua candi lainnya dipersembahkan kepada Batara Wisnu, yang menghadap ke arah utara dan satunya dipersembahkan kepada Batara Brahma, yang menghadap ke arah selatan. Selain itu ada beberapa candi kecil lainnya yang dipersembahkan kepada sang lembu Nandini, wahana Batara Siwa, sang Angsa, wahana Batara Brahma, dan sang Garuda, wahana Batara Wisnu.

Lalu relief di sekeliling dua puluh tepi candi menggambarkan wiracarita Ramayana. Versi yang digambarkan di sini berbeda dengan Kakawin Ramayana Jawa Kuna, tetapi mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan melalui tradisi lisan. Selain itu kompleks candi ini dikelilingi oleh lebih dari 250 candi yang ukurannya berbeda-beda dan disebut perwara. Di dalam kompleks candi Prambanan terdapat juga museum yang menyimpan benda sejarah, termasuk batu Lingga batara Siwa, sebagai lambang kesuburun.

[sunting] Gempa bumi 2006

Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter (sementara United States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) menghantam daerah Bantul dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak bangunan dan kematian pada penduduk di sana. Salah satu bangunan yang rusak parah adalah kompleks Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma Selengkapnya...

Candi Sewu  

Diposting oleh bundor Bundor



Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Kompleks Candi Sewu, tampak candi utama di sebelah kiri dan salah satu candi perwara di sebelah kanan

Candi Sewu adalah candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya delapan ratus meter di sebelah utara candi Prambanan. Candi Sewu merupakan komplek candi Buddha terbesar kedua setelah candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada candi Prambanan. Meskipun aslinya terdapat 257 candi, oleh masyarakat setempat candi ini dinamakan Candi "Sewu" yang berarti "seribu" dalam bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.
Sejarah
Salah satu dari candi perwara di Candi Sewu

Berdasarkan prasasti yang berangka tahun 792 dan ditemukan pada tahun 1960, nama asli bangunan ini adalah “Manjus’ri grha” (Rumah Manjusri). Manjusri adalah salah satu Boddhisatwa dalam ajaran buddha. Candi Sewu diperkirakan dibangun pada abad ke-8 masehi pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran. Rakai Panangkaran (746 – 784) adalah raja yang termahsyur dari kerajaan Mataram Kuno. Kompleks candi ini mungkin dipugar, diperluas, dan rampung pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, seorang pangeran dari dinasti Sanjaya yang menikahi Pramodhawardhani dari dinasti Sailendra. Setelah dinasti Sanjaya berkuasa rakyatnya tetap menganut agama sebelumnya. Adanya candi Sewu yang bercorak buddha berdampingan dengan candi Prambanan yang bercorak hindu menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu di Jawa umat Hindu dan Buddha hidup secara harmonis dan adanya toleransi beragama. Karena keagungan dan luasnya kompleks candi ini, candi Sewu diduga merupakan Candi Buddha Kerajaan, sekaligus pusat kegiatan agama buddha yang penting di masa lalu. Candi ini terletak di lembah Prambanan yang membentang dari lereng selatan gunung Merapi di utara hingga pegunungan Sewu di selatan, di sekitar perbatasan Yogyakarta dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di lembah ini tersebar candi-candi dan situs purbakala yang berjarak hanya beberapa ratus meter satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan penting artinya dalam sektor keagamaan, politik, dan kehidupan urban masyarakat Jawa kuna.

Candi ini rusak parah akibat gempa pada bulan Mei 2006 di Yogyakarta. Kerusakan struktur bangunan sangat nyata dan candi utama menderita kerusakan paling parah. Pecahan bebatuan berserakan di atas tanah, retakan dan rekahan antar sambungan batu terlihat. Untuk mencegah keruntuhan bangunan, kerangka besi dipasang di keempat sudut bangunan untuk menunjang dan menahan tubuh candi utama. Meskipun situs dibuka kembali untuk pengunjung beberapa pekan kemudian setelah gempa pada tahun 2006, seluruh bagian candi utama tetap ditutup dan tidak boleh dimasuki demi alasan keamanan.

[sunting] Kompleks candi
Kompleks Candi Sewu dilihat dari udara membentuk pola Mandala

Kompleks candi Sewu adalah kumpulan candi buddha terbesar di kawasan sekitar Prambanan, dengan bentang ukuran lahan 185 meter utara-selatan dan 165 meter timur-barat. Pintu masuk kompleks dapat ditemukan di keempat penjuru mata angin, tetapi mencermati susunan bangunannya, diketahui pintu utama terletak di sisi timur. Tiap pintu masuk dikawal oleh sepasang arca Dwarapala. Arca raksasa penjaga berukuran tinggi sekitar 2 meter ini dalam kondisi yang cukup baik, dan replikanya dapat ditemukan di Keraton Yogyakarta. Aslinya terdapat 257 bangunan candi di kompleks ini yang disusun membentuk mandala, perwujudan alam semesta dalam kosmologi Buddha Mahayana. Candi kecil terdiri atas 248 buah dengan disain yang serupa dan tersusun atas empat barisan yang konsentris. Dua barisan terluar terdiri dari 176 candi kecil yang disusun berdekatan. Sedangkan dua baris terdalam yang terdiri atas 72 candi yang agak besar tersusun dengan interval jarak tertentu. Banyak patung dan ornamen yang telah hilang dan susunannya telah berubah. Arca-arca buddha yang dulu mengisi candi-candi ini mengkin serupa dengan arca buddha di Borobudur.[1].

Pada bentangan poros tengah, utara-selatan dan timur-barat, pada jarak 200 meter satu sama lain, atara baris ke-2 dan ke-3 candi kecil terdapat candi perwara (pengawal), candi-candi ini ukurannya kedua terbesar setelah candi utama. Aslinya di setiap penjuru mata angin terdapat masing-masing sepasang candi perwara yang saling berhadapan, tetapi kini hanya candi perwara kembar timur dan satu candi perwara utara yang masih utuh. Candi-candi yang lebih kecil ini mengelilingi candi utama yang paling besar tapi beberapa bagiannya sudah tidak utuh lagi. Di balik barisan ke-4 candi kecil terdapat pelataran beralas batu dan ditengahnya berdiri candi utama.

[sunting] Candi utama

Candi utama memiliki denah poligon bersudut 20 yang menyerupai salib atau silang yang berdiameter 29 meter dan tinggi bangunan mencapai 30 meter. Pada tiap penjuru mata angin terdapat struktur bangunan yang menjorok ke luar, masing-masing dengan tangga dan ruangan tersendiri dan dimahkotai susunan stupa. Seluruh bangunan terbuat dari batu andesit. Ruangan di empat penjuru mata angin ini saling terhubungkan oleh galeri sudut berpagar langkan. Berdasarkan temuan pada saat pemugaran, diperkirakan rancangan awal bangunan hanya berupa candi utama berkamar tunggal. Candi ini kemudian diperluas dengan menambahkan struktur tambahan di sekelilingnya. Pintu dibuat untuk menghubungkan bangunan tambahan dengan candi utama dan menciptakan bangunan candi utama dengan lima ruang. Ruangan utama di tengah lebih besar dengan atap yang lebih tinggi, dan dapat dimasuki melalui ruang timur. Kini tidak terdapat patung di kelima ruangan ini.[2]. Akan tetapi berdasarkan adanya landasan atau singgasana batu berukir teratai di ruangan utama, diduga dahulu dalam ruangan ini terdapat arca buddha dari bahan perunggu yang tingginya mencapai 4 meter. Akan tetapi kini arca itu telah hilang, mungkin telah dijarah untuk mengambil logamnya sejak berabad-abad lalu. Selengkapnya...